Rabu, 03 Februari 2016

Sedang Rindu.

Aku tidak menyangka, pertemuan kita dulu bisa menghasilkan rasa sakit yang teramat dalam sekarang. Mungkin aku yang salah, aku yang masih membawa luka lama sampai akhirnya aku bertemu denganmu. Bahkan sampai hampir semua temanku bilang, ”Ya ampun, udah 3 tahun masih aja bahas dia.” Aku juga bingung, ada saja hal-hal yang membuat aku tertarik membicarakannya. Sampai suatu saat dia benar-benar menghilang, dan aku tahu kalau dia sudah mendapatkan kekasih baru. Sakit. Jelas sangat sakit. Lalu kamu datang, kau pelan-pelan menutup luka-luka di hati. Setelah kau berhasil menutup luka itu, and boom! Kamu menghilang!
Iya, ini semua memang salahku. Aku yang bilang aku sudah bisa bahagia dengan kesendirian dan bisa berdamai dengan hatiku. Bohong. Itu semua bullshit. Nyatanya, di hati kecilku masih merasakan sakit saat dia bercerita tentang kekasihnya. Nyatanya, di hati kecilku masih merasakan rindu yang akhirnya tersampaikan saat dia datang ke rumah. Nyatanya, di hati kecilku masih merasakan getar-getar bahagia saat dia bilang, ”aku hanya ingin tahu keadaanmu.” Kalimat yang sederhana, hanya saja aku yang terlalu membesar-besarkan. Percobaanku gagal lagi.
Semakin jauh jarak kita sekarang. Bahkan, sudah tidak ada lagi yang menghiburku setiap malam dengan kekonyolan dan kata-kata menyebalkan. Tunggu, sebenarnya bukan itu yang kurindukan. Sosokmu. Sosok pria yang sangat bisa mengerti diriku selain.. dia. Sosok pria yang sebenarnya hangat tapi diselimuti sikap yang menyebalkan. Sosok pria yang bisa menenangkanku disaat aku menggebu-gebu dalam bercerita. Sosok pria yang satu-satunya aku percaya, selain ayahku tentunya. Aku rindu dengan segala sikapmu yang bisa membuat aku lupa dengannya. Hmm, sebentar, bukan berarti kamu itu pelarian. Sungguh bukan! Aku sungguh-sungguh ingin berteman. Satu-satunya pria yang aku percaya itu kamu. Dan sekarang, rasanya seperti ada yang hilang. Mungkin karena aku terlalu abu-abu. Tapi kamu juga abu-abu.
Instrumental ‘One Call Away – Charlie Puth’ membuat genangan dipelupuk mataku. Seketika, aku rindu perjalanan itu. Perjalanan yang memperlihatkan ketulusan yang sangat besar. Entah hanya perasaanku saja atau bukan, yang pasti aku melihat ketulusan darimu. Nyaman rasanya. Saat berada di dekatmu saat itu. Sayangnya, itu semua sudah menjadi kenangan. Dan aku hanya bisa membukanya saat aku rindu, seperti saat ini. Merindukanmu yang mungkin sudah tidak kembali seperti dulu. Aku ingin meminta maaf mengganggu tidurmu kala itu, saat kau ingin tidur tetapi saat itu juga aku terbangun karena kedinginan. Aku tidak sempat berbicara padamu, bukan hanya tidak sempat tapi tidak berani. Tapi yang masih membuatku heran, kenapa saat itu kau duduk dibawah? Apa kursinya benar-benar penuh? Hmmm.
Paragraf terakhir ini, mungkin sudah ada wanita yang membuatmu lebih nyaman, semoga. Aku pun mendoakanmu agar kau selalu bahagia disana. Doakan aku juga supaya aku bahagia disini. Bisa kuat walaupun tidak kau kuatkan seperti dulu. Mungkin aku sudah tidak bisa bertahan terlalu lama lagi. Tapi, aku juga tidak tahu akan berhenti kapan. Yang pasti, aku bahagia bisa mengenalmu. Sangat bahagia. Walaupun sekarang sedikit menyesakkan. Itu bisa kuatasi, tenang saja. Oh ya, terakhir, hmmm kalimat terakhirku akan ku beritahu nanti di tulisanku selanjutnya ya.











pth.
3 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar