Aku tidak
menyangka, pertemuan kita dulu bisa menghasilkan rasa sakit yang teramat dalam
sekarang. Mungkin aku yang salah, aku yang masih membawa luka lama sampai
akhirnya aku bertemu denganmu. Bahkan sampai hampir semua temanku bilang, ”Ya
ampun, udah 3 tahun masih aja bahas dia.” Aku juga bingung, ada saja hal-hal
yang membuat aku tertarik membicarakannya. Sampai suatu saat dia benar-benar
menghilang, dan aku tahu kalau dia sudah mendapatkan kekasih baru. Sakit. Jelas
sangat sakit. Lalu kamu datang, kau pelan-pelan menutup luka-luka di hati. Setelah
kau berhasil menutup luka itu, and boom! Kamu menghilang!
Iya, ini semua
memang salahku. Aku yang bilang aku sudah bisa bahagia dengan kesendirian dan
bisa berdamai dengan hatiku. Bohong. Itu semua bullshit. Nyatanya, di hati
kecilku masih merasakan sakit saat dia bercerita tentang kekasihnya. Nyatanya,
di hati kecilku masih merasakan rindu yang akhirnya tersampaikan saat dia
datang ke rumah. Nyatanya, di hati kecilku masih merasakan getar-getar bahagia
saat dia bilang, ”aku hanya ingin tahu keadaanmu.” Kalimat yang sederhana,
hanya saja aku yang terlalu membesar-besarkan. Percobaanku gagal lagi.
Semakin jauh
jarak kita sekarang. Bahkan, sudah tidak ada lagi yang menghiburku setiap malam
dengan kekonyolan dan kata-kata menyebalkan. Tunggu, sebenarnya bukan itu yang
kurindukan. Sosokmu. Sosok pria yang sangat bisa mengerti diriku selain.. dia.
Sosok pria yang sebenarnya hangat tapi diselimuti sikap yang menyebalkan. Sosok
pria yang bisa menenangkanku disaat aku menggebu-gebu dalam bercerita. Sosok
pria yang satu-satunya aku percaya, selain ayahku tentunya. Aku rindu dengan
segala sikapmu yang bisa membuat aku lupa dengannya. Hmm, sebentar, bukan
berarti kamu itu pelarian. Sungguh bukan! Aku sungguh-sungguh ingin berteman.
Satu-satunya pria yang aku percaya itu kamu. Dan sekarang, rasanya seperti ada
yang hilang. Mungkin karena aku terlalu abu-abu. Tapi kamu juga abu-abu.
Instrumental ‘One
Call Away – Charlie Puth’ membuat genangan dipelupuk mataku. Seketika, aku
rindu perjalanan itu. Perjalanan yang memperlihatkan ketulusan yang sangat
besar. Entah hanya perasaanku saja atau bukan, yang pasti aku melihat ketulusan
darimu. Nyaman rasanya. Saat berada di dekatmu saat itu. Sayangnya, itu semua
sudah menjadi kenangan. Dan aku hanya bisa membukanya saat aku rindu, seperti
saat ini. Merindukanmu yang mungkin sudah tidak kembali seperti dulu. Aku ingin
meminta maaf mengganggu tidurmu kala itu, saat kau ingin tidur tetapi saat itu
juga aku terbangun karena kedinginan. Aku tidak sempat berbicara padamu, bukan
hanya tidak sempat tapi tidak berani. Tapi yang masih membuatku heran, kenapa
saat itu kau duduk dibawah? Apa kursinya benar-benar penuh? Hmmm.
Paragraf
terakhir ini, mungkin sudah ada wanita yang membuatmu lebih nyaman, semoga. Aku
pun mendoakanmu agar kau selalu bahagia disana. Doakan aku juga supaya aku
bahagia disini. Bisa kuat walaupun tidak kau kuatkan seperti dulu. Mungkin aku
sudah tidak bisa bertahan terlalu lama lagi. Tapi, aku juga tidak tahu akan
berhenti kapan. Yang pasti, aku bahagia bisa mengenalmu. Sangat bahagia.
Walaupun sekarang sedikit menyesakkan. Itu bisa kuatasi, tenang saja. Oh ya,
terakhir, hmmm kalimat terakhirku akan ku beritahu nanti di tulisanku selanjutnya
ya.
pth.
3 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar