27
September 2013
19:14
Tuhan, aku rindu kunang-kunangku. Kunang-kunang
yang selalu menerangi malamku. Dia yang selalu menemaniku dikegelapan. Rindu
ini sudah berkecamuk didada. Ingin rasanya berteriak dan memintanya untuk
segera berada disini. Tapi apa dayaku, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya bisa
menanti, menanti, dan menanti dia datang. Aku bahagia, walau sebenarnya air ini
sudah berderai dihati. Biarlah. Aku yang terlalu lemah, tetap menunggunya walau
dia tak memberikan kepastian. Tuhan, sampaikan untaian rindu yang tak bisa
kuucapkan untuknya. Biarkanlah hatinya yang merasakan perasaan ini. Walaupun
aku sendiri tidak pernah tahu sampai kapan ini semua berakhir bahagia. Aku
dengan kunang-kunangku.
Hei kunang-kunang, aku rasa dia merindukanmu. Dia
kembali (lagi) di hidupmu. Entahlah. Bahagia atau sedih aku tak bisa merasakan
keduanya. Yang pasti, aku tahu, kunang-kunangku sedang dirindukan oleh
seseorang yang pernah diterangi olehmu, kunang-kunang. Aku tak ingin
mengganggumu. Biarkan malam ini kau kembali meneranginya (lagi). Apa hanya
malam ini saja atau akan berlanjut? Apa aku tidak akan kau temani lagi? Apa kau
akan membiarkanku sendiri dalam gelap? Kuharap tidak. Tapi jika dia bisa
membuat kau terlihat terang di malam dan siang hari aku rela. Karena aku tahu,
aku hanya memperlakukanmu disaat ku butuh. Aku hanya bermain dipekarangan
hatimu. Tapi itu dulu. Dan sekarang, aku ingin setiap hari bermain dipekarangan
yang indah itu. Yang slalu buatku nyaman dengan suasana didalamnya. Biarkan aku
berada dipekarangan itu, sebentar.
Kunang-kunang, bersinarlah dikala siang. Kau tak hanya indah pada malam
hari, kau selalu indah di setiap waktu. Karena itu, aku ingin memilikimu. Ingin
menjaga setiap sinar yang kau pancarkan. Selamat malam kunang-kunang, aku
bahagia bisa melihat sinarmu malam ini, walau untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar