Jumat, 26 Juni 2015

Surat Pertama, Teruntuk Kunang-Kunang

27 September 2013
19:14
Tuhan, aku rindu kunang-kunangku. Kunang-kunang yang selalu menerangi malamku. Dia yang selalu menemaniku dikegelapan. Rindu ini sudah berkecamuk didada. Ingin rasanya berteriak dan memintanya untuk segera berada disini. Tapi apa dayaku, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya bisa menanti, menanti, dan menanti dia datang. Aku bahagia, walau sebenarnya air ini sudah berderai dihati. Biarlah. Aku yang terlalu lemah, tetap menunggunya walau dia tak memberikan kepastian. Tuhan, sampaikan untaian rindu yang tak bisa kuucapkan untuknya. Biarkanlah hatinya yang merasakan perasaan ini. Walaupun aku sendiri tidak pernah tahu sampai kapan ini semua berakhir bahagia. Aku dengan kunang-kunangku.
Hei kunang-kunang, aku rasa dia merindukanmu. Dia kembali (lagi) di hidupmu. Entahlah. Bahagia atau sedih aku tak bisa merasakan keduanya. Yang pasti, aku tahu, kunang-kunangku sedang dirindukan oleh seseorang yang pernah diterangi olehmu, kunang-kunang. Aku tak ingin mengganggumu. Biarkan malam ini kau kembali meneranginya (lagi). Apa hanya malam ini saja atau akan berlanjut? Apa aku tidak akan kau temani lagi? Apa kau akan membiarkanku sendiri dalam gelap? Kuharap tidak. Tapi jika dia bisa membuat kau terlihat terang di malam dan siang hari aku rela. Karena aku tahu, aku hanya memperlakukanmu disaat ku butuh. Aku hanya bermain dipekarangan hatimu. Tapi itu dulu. Dan sekarang, aku ingin setiap hari bermain dipekarangan yang indah itu. Yang slalu buatku nyaman dengan suasana didalamnya. Biarkan aku berada dipekarangan itu, sebentar.
Kunang-kunang, bersinarlah dikala siang. Kau tak hanya indah pada malam hari, kau selalu indah di setiap waktu. Karena itu, aku ingin memilikimu. Ingin menjaga setiap sinar yang kau pancarkan. Selamat malam kunang-kunang, aku bahagia bisa melihat sinarmu malam ini, walau untuknya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar